Catatan Seorang Blogger Biasa
Senin, 20 Januari 2014
Lampu Lalu Lintas
Lampu
lalu lintas adalah peralatan yang dioperasikan secara mekanis, atau elektrik
untuk memerintahkan kendaraan-kendaraan agar berhenti atau berjalan. Peralatan
standar ini terdiri dari sebuah tiang dan kepala lampu dengan tiga lampu yang
warnanya beda (merah, kuning, hijau).
Tujuan
dari pemasangan lampu lalu lintas MKJI
(1997) adalah :
a. Menghindari
kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas yang berlawanan,
sehingga kapasitas persimpangan dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas
puncak.
b. Menurunkan tingkat frekuensi kecelakaan
c. Mempermudah
menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan pejalan kaki dari jalan minor.
Lampu
lalu lintas dipasang pada suatu persimpangan berdasarkan alasan spesifik ( C.
Jotin Khisty and B. Ken Lall, 2003 ) :
a.
Untuk meningkatkan keamanan sistem secara keseluruhan
b.
Untuk mengurangi waktu tempuh rata-rata disebuah
persimpangan, sehingga meningkatkan kapasitas
c.
Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran
lalu lintas
Pengaturan
simpang dengan sinyal lalu lintas termasuk yang paling efektif, terutama untuk
volume lalu lintas pada kaki simpang yang relatif tinggi. Pengaturan ini dapat
mengurangi atau menghilangkan titik konflik pada simpang dengan memisahkan
pergerakan arus lalu lintas pada waktu yang berbeda (Alamsyah, 2005).
Beberapa istilah yang digunakan
dalam operasional lampu persimpangan bersinyal
(Liliani, 2002):
a. Siklus,
urutan lengkap suatu lampu lalu lintas
b. Fase
(phase), adalah bagian dari suatu
siklus yang dialokasikan untuk kombinasi pergerakan secara bersamaan.
c. Waktu Hijau Efektif, adalah periode waktu
hijau yang dimanfaatkan pergerakan pada
fase yang bersangkutan.
e. Waktu Antar
Hijau, waktu antara lampu hijau untuk satu fase dengan awal lampu hijau untuk
fase lainnya.
f. Rasio Hijau, perbandingan antara waktu hijau
efektif dan panjang siklus.
g. Merah Efektif, waktu selama suatu pergerakan atau sekelompok pergerakan secara efektif tidak diijinkan
bergerak, dihitung sebagai panajng siklus dikurangi waktu hijau efektif.
h. Lost Time, waktu hilang dalam suatu fase
karena keterlambatan start kendaraan dan berakhirnya tingkat pelepasan
kendaraan yang terjadi selama waktu kuning.
Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat
pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu
ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya. Hubungan
antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan dan volume
merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan. Apabilah
volume lalu lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat mempertahankan
suatu kecepatan konstan, maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak
dapat memenuhi waktu perjalan yang direncanakan.
Menurut Warpani, (2002), Tingkat
pelayanan adalah ukuran kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi
dan kapasitas jalan.
Morlok (1991), mengatakan, ada
beberapa aspek penting lainnya yang
dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan, antara lain: kenyamanan, keamanan,
keterandalan, dan biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar). Tingkat pelayanan jalan di
klasifikasikan yang terdiri dari enam
(6) tingkatan yang terdiri dari Tingkat pelayanan A sampai denhan dengan
tingkat pelayanan F. Selanjutnya tingkat pelayanan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel: Standar tingkat pelayanan jalan
Tingkat
Pelayanan
jalan
|
Kecepatan
Ideal
(km/jam)
|
Karasteristik
|
A
|
>
48,00
|
Arus bebas,
volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang
dikehendaki
|
B
|
40,00 – 48,00
|
Arus stabil,
volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas
|
C
|
32,00 – 40,00
|
Arus stabil,
volume sesuai untuk jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalu lintas
|
D
|
25,60 – 32,00
|
Mendekati arus
tidak stabil, kecepatan rendah
|
E
|
22,40 – 25,60
|
Arus tidak stabil,
volume mendekati kapasitas, kecepatan rendah
|
F
|
0,00 – 22,40
|
Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas
kapasitas, banyak berhenti
|
Hambatan Samping
Hambatan
samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas samping
segmen jalan. Banyaknya aktifitas samping jalan sering menimbulkan berbagai
konflik yang sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran lalu lintas.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kelas
hambatan samping dengan frekuensi bobot kejadian per jam per 200 meter dari
segmen jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan.(MKJI 1997) seperti tabel
berikut :
Tabel 3. Penentuan
tipe frekuensi kejadian hambatan samping
Tipe
kejadian hambatan samping
|
Simbol
|
Faktor
bobot
|
Pejalan kaki
|
PED
|
0,5
|
Kendaraan parkir
|
PSV
|
1.0
|
Kendaraan masuk dan keluar sisi
jalan
|
EEV
|
0.7
|
Kendaraan lambat
|
SMV
|
0.4
|
Sumber : (MKJI 1997)
Tingkat hambatan samping telah
dikelompokkan dalam 5 kelas, yaitu dari yang sangat rendah sampai tinggi dan sangat
tinggi.
Tabel 4. Nilai kelas hambatan
samping
Kelas Hambatan samping (SCF)
|
Kode
|
Jumlah kejadian per 200 m perjam
|
Kondisi Daerah
|
Sangat rendah
|
VL
|
<100
|
Daerah pemukiman; hampir tidak ada kegitan
|
Rendah
|
L
|
100-299
|
Daerah pemukiman; berupa angkutan umum, dasb
|
Sedang
|
M
|
300-499
|
Daerah industri, beberapa toko disi jalan
|
Tinggi
|
H
|
500-899
|
Daerah komersial; aktifitas sisi jalan yang sangat
tinggi
|
Sabgat tinggi
|
VH
|
>900
|
Daerah komersial; aktifitas pasar di samping jalan
|
Sumber : (MKJI 1997)
Dalam menentukan
nilai Kelas hambatan samping digunakan rumus (MKJI 1997) :
SCF = PED +
PSV + EEV + SMV
Dimana :
SFC = Kelas
Hambatan samping
PED = Frekwensi
pejalan kaki
PSV = Frekwensi
bobot kendaraan parkir
EEV = Frekwensi
bobot kendaraan masuk/keluar sisi jalan.
SMV = Frekwensi
bobot kendaraan lambat
1. Faktor Pejalan Kaki
Aktifitas
pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai kelas
hambatan samping, terutama pada daerah-daerah yang merupakan kegiatan
masyarakat seperti pusat-pusat perbelanjaan. Banyak jumlah pejalan kaki yang
menyebrang atau berjalan pada samping jalan dapat menyebabkan laju kendaraan menjadi terganggu. Hal ini semakin
diperburuk oleh kurangnya kesadaran pejalan kaki untuk menggunakan
fasilitas-fasilitas jalan yang tersedia, seperti trotoar dan tempat-tempat penyeberangan.
2. Faktor kendaraan parkir dan
berhenti
Kurangnya tersedianya lahan parkir
yang memadai bagi kendaraan dapat menyebabkan kendaraan parkir dan berhenti
pada samping jalan. Pada daerah-daerah yang mempunyai tingkat kepadatan lalu
lintas yang cukup tinggi, kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan
dapat memberikan pengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas.
Kendaraan parkir dan berheti pada
samping jalan akan mempengaruhi
kapasitas lebar jalan dimana kapasitas jalan akan semakin sempit karena pada
samping jalan tersebut telah diisi oleh kendaraan parkir dan berhenti.
3. Faktor
kendaraan masuk/keluar pada samping jalan
Banyaknya kendaraan masuk/keluar
pada samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik terhadap arus lalu
lintas perkotaan. Pada daerah-daerah yang lalu lintasnya sangat padat disertai
dengan aktifitas masyarakat yang cukup tinggi, kondisi ini sering menimbulkan
masalah dalam kelancaran arus lalu lintas. Dimana arus lalu lintas yang
melewati ruas jalan tersebut menjadi terganggu yang dapat mengakibatkan
terjadinya kemacetan.
4. Faktor kendaraan lambat
Yang termasuk dalam kendaraan
lambat adalah becak, gerobak dan sepeda. Laju kendaraan yang berjalan lambat
pada suatu ruas jalan dapat menggaggu aktifitas-aktifitas kendaraan yang yang
melewati suatu ruas jalan. Oleh karena itu kendaraan lambat merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kelas hambatan
samping.
Langganan:
Postingan (Atom)